Oleh Ust. Budi Ashari, Lc. Pemahaman kita di Indonesia tentang wakaf masih jauh di bawah dibandingkan dengan zakat. Padahal zakat itu nilainya kecil, hanya 2,5%, 5%, 10%, paling banyak 20%. Di dunia luar yang lebih dikenal adalah WAKAF, ada kementerian wakaf tetapi tidak ada kementerian zakat. Alhamdulillah saat ini wakaf sudah mulai marak di Indonesia meski terlambat karena kita kurang ilmu (ekonomi) tentang wakaf. Wakaf itu ukurannya bukan nishab, tapi APA YANG KITA CINTAI. Rasulullah bersabda, “..tidaklah mereka mampu kecuali karena wakaf”. Para sahabat mewakafkan harta-harta terbaiknya untuk Islam, bukan sekedar membayar zakat. Wakaf tidak bisa diberikan, dijual, atau diwariskan. Wakaf yang paling jelas dari Rasulullah adalah Masjid Nabawi. Pada kisah Rasulullah dalam mencari lokasi pasar, pasar wakaf yang dibangun Rasulullah berdampak pada “kekalahan” pasar Yahudi. Dan pasar wakaf itu menjadi milik Allah, bukan milik siapa pun lagi. Kekuatan ekonomi masa Rasulullah dan para sahabat adalah dari wakaf. Mereka ingin pahala terbaik, yang selalu mengalir hingga hari akhirat kelak. Contohnya adalah sumur Utsman bin Affan di Juruf, Madinah. Sampai sekarang setelah 15 abad, pahalanya terus mengalir.
Ditambah lagi sabda Rasulullah “sadaqah terbaik adalah air”. Dalam sirah nabawiyah, Rasulullah ‘melelang’ sumur itu, tapi pengusaha muslim sekelas Utsman berpikir caranya? Utsman membeli ‘separo’ sumur pada satu hari, si Yahudi pemilik sumur mendapat jatah sehari yang lain. Utsman menggratiskan pada jatahnya dan penduduk memilih hari-hari itu mengambil air. Akhirnya, tak tahan dengan tidak ada pemasukan, sumur itu dijual kepada Utsman dengan harga total 30.000 dirham. Jadilah wakaf Utsman berupa sumur menjadi pahala tiada henti. Sekaligus jaminan Rasulullah untuk Utsman masuk surga. Wakaf dihapus di zaman kompeni. Konsep-konsep Islam tenggelam karena penjajahan Belanda. Maka kini saatnya membangkitkan ekonomi Islam MULAI DARI WAKAF, dari melepaskan harta-harta yang dicintai. Tentu ini sangat berbeda dengan konsep pajak. Berbeda dengan membayar pajak yang biasanya diikuti wajah cemberut, namun membayar wakaf dan zakat pasti diikuti kegembiraan. Masya Allah hebatnya kekuatan ekonomi Islam. Konsep-konsep perlu kembali dipelajari mendalam dan dipraktekkan. Contoh-contoh modern sudah ada. Ada wakaf rumah sakit, madrasah, kuttab, pasar dan lain-lain.
Yang menarik adalah akad wakaf. Gabungan antara detil dan doa. Akad itu seperti buku tebal, detil, boleh apapun isinya, asal tidak melanggar syariah. Misalnya tentang siapa yang boleh mengelola, dari mana sumber energi yang dipakai, dan lain-lain. Subhanallah, akad itu juga berisi doa untuk pemberi wakaf, keluarga dan keturunannya. Tentu tentang berbagai kebaikan untuk mereka. Saat ini banyak lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara Islam dan non Islam yang menggunakan konsep wakaf. Bagaimana di Indonesia? Siapkah kita menjadi pelaku wakaf? Yang darinya kita boleh mengatur untuk apa harta yang kita wakafkan serta mendapatkan doa-doa kebaikan pada akadnya, lalu pahala mengalir terus darinya. Penyempurnaan dari yang sekarang sudah ada, misalnya pada pengelolaan lembaga pendidikan. Donasi tetap masih diperlukan, tapi perlu dicatat bahwa donasi itu fluktuatif. Maka solusinya adalah wakaf sebagai sumber ‘donasi’. Wakaf untuk fuqaha, supaya mereka fokus pada belajar, berbagi ilmu, melakukan riset, menulis kitab dan hasil-hasil kajiannya, dengan semua fasilitas dipenuhi, termasuk tempat tinggal, makanan, buku-buku dan lain-lain. Ada kasus seorang orang tua memiliki sebidang tanah. Beliau khawatir jika dijual akan berakibat perpecahan. Maka solusinya adalah dengan wakaf, lebih tepatnya wakaf produktif. Tanah tidak boleh dijual dan diwariskan, tetapi dibuat usaha. Keuntungannya untuk para pemilik dan pewaris. Wakaf tidak hanya untuk manusia, tetapi bisa untuk binatang. Contoh, kuda-kuda jihad akan menua dan tidak sanggup dibawa berperang. Mereka dirawat negara dengan dana wakaf. Masya Allah, luar biasa agama ini..! Inilah bagian dari peradaban mulia yang kita bisa turut serta di dalamnya. Contoh lain, seorang muslim bisa selama hidupnya praktis tidak pernah mengeluarkan sepeser pun. Lahir di rumah sakit, rumah sakit gratis karena wakaf. Makan gratis karena semua yang dimakan adalah wakaf. Sekolah gratis karena gedungnya wakaf, SPPnya gratis karena biaya operasionalnya sudah ditutup wakaf. Bahkan ketika wafat, kain kafan dan tanahnya sudah tersedia dari wakaf. Subhanallah, Allah telah turunkan aturan hidup yang memudahkan kita. Bismillah, optimis peradaban Islam akan bangkit, dengan masyarakat yang makmur dalam masyarakat berkeadilan. Wallahua’lam bishawwab.